Pada 25 Juli 2024 silam, viral seorang laki-laki berinisial JBB (40 tahun) ditangkap oleh Polres Pacitan Jawa Timur karena menipu korbannya dengan modus menjadi dukun pengganda uang. JBB menipu setidaknya 14 orang dalam kurun waktu tujuh bulan beraksi, mulai dari warga biasa, Aparatur Sipil Negara dan mantan Kepala Desa dengan kisaran kerugian hingga Rp. 103.000.000. JBB mengatakan ke para korban bahwa setiap uang yang diserahkan kepadanya akan dimasukkan ke dalam kardus dan dalam waktu tertentu akan bertambah berkali-kali lipat.
Anehny fenomena dukun yang mengaku bisa menggandakan uang masih lazim terjadi di masyarakat, namun apakah ada ketentuan hukum yang bisa menjerat “dukun” tersebut? Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih berlaku memang tidak mengatur mengenai ancaman pidana bagi seorang dukun yang melakukan aksi gaib atau yang ‘menggandakan uang’ seperti yang dilakukan JBB.
Namun apabila merujuk pada 252 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP terdapat pengaturan mengenai ancaman pidana bagi setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib. Namun dalam pasal yang dimaksud tidak spesifik mengatur mengenai ‘kekuatan gaib seseorang’ yang mampu menggandakan uang, melainkan mengatur mengenai perbuatan santet sebagai berikut:
Ayat (1)
“Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV”.
Ayat (2)
“Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga). Delik yang diatur dalam Pasal 252 UU No. 1 Tahun 2023 ini merupakan delik formil, yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan (handling), tanpa mensyaratkan terjadinya akibat dari perbuatan tersebut. Delik selesai dengan dilakukannya perbuatan dan tidak menunggu timbulnya akibat”.
Delik yang diatur dalam Pasal 252 UU No. 1 Tahun 2023 ini merupakan delik formil, yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan (handling), tanpa mensyaratkan terjadinya akibat dari perbuatan tersebut. Delik selesai dengan dilakukannya perbuatan dan tidak menunggu timbulnya akibat.
Lalu bagaimana dengan seseorang yang mengaku dirinya memiliki kekuatan gaib untuk menggandakan uang? Perlu diketahui perbuatan ‘menggandakan uang’ oleh JPP secara faktual dilakukan dalam rangka untuk menguntungkan dirinya. Dimana penggandaan uang tersebut dilakukan atas dasar tipu muslihat dengan maksud untuk menguasai uang korban yang datang/meminta bantuan kepadanya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Tipu muslihat dengan mengatakan dan/atau meyakinkan orang bahwa dirinya memiliki kekuatan gaib untuk menggandakan uang inilah yang dapat dijadikan objek perbuatan pidana. KUHP menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan yang dapat dikatakan sebagai tindakan penipuan. Pasal 378 KUHP mengatur sebagai berikut:
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
R. Soesilo berpendapat, kejahatan pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya: 1) Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang; 2) Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; dan 3)Membujuknya itu dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau karangan perkataan bohong. Perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara, untuk memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang.
Yang dalam kasus ini JBB dengan tipu daya membujuk setidaknya 14 orang untuk memberikan barang berupa uang untuk digandakan. Dengan demikian, perbuatan tersebut masuk kedalam kategori penipuan sebagaimana diatur Pasal 378 KUHP. JBB memanfaatkan label ‘dukun pengganda uang’ untuk melakukan tipu muslihat, karena tujuan utama JBB adalah menggerakkan orang lain agar menyerahkan barang dan/atau uang kepadanya.