Jika Kontrak Kerja Tidak Mencantumkan Besaran Upah

Selamat sore, saya bekerja pada seseorang yang bergerak di jasa.  Saya disodori sebuah surat perjanjian kerja yang isinya tak mengatur besaran upah dan hanya terdapat satu rangkap, apakah hal tersebut sesuai dengan hukum?

Jawaban:

Pada dasarnya, pembuatan perjanjian kerja haruslah berpedoman pada UU Ketenagakerjaan. Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan mendefinisikan perjanjian kerja sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Terhadap perjanjian kerja tersebut, seyogianya dibuat atas dasar:

  1. kesepakatan kedua belah pihak;
  2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
  3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
  4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan poin kesatu dan kedua, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Sedangkan, jika perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan poin ketiga dan keempat, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Lalu bagaimana jika perjanjian kerja yang dibuat tidak memuat ketentuan upah, apakah perjanjian tersebut tetap sah?

Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pada prinsipnya pembuatan perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Namun demikian, melihat kondisi masyarakat yang beragam, maka dimungkinkan perjanjian kerja dibuat secara lisan.

Terhadap perjanjian kerja tertulis, sebagaimana diatur dalam Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, sekurang-kurangnya harus memuat:

  1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
  2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
  3. jabatan atau jenis pekerjaan; tempat pekerjaan;
  4. besarnya upah dan cara pembayarannya;
  5. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
  6. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
  7. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
  8. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Pasal 54 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perjanjian kerja sebagaimana disebutkan di atas dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua, yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 perjanjian kerja.

Jika dihubungkan dengan kasus Anda, maka perjanjian kerja yang dibuat antara Anda dan pengusaha tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal ini karena perjanjian kerja seharusnya dibuat sekurang-kurangan rangkap dua bukan rangkap satu dan memuat besarnya upah serta cara pembayarannya.

Langkah awal yang bisa dilakukan, merundingkan kembali perjanjian kerja tersebut kepada pemberi kerja/pengusaha agar perjanjiannya dimuat ketentuan besaran upah dan cara pembayarannya, serta membuat rangkap dua perjanjian agar anda memegang salinan perjanjian kerja.

Perlu untuk dipahami, apabila belum ada kesepakatan mengenai besaran upah, maka anda dapat merujuk pada ketentuan peraturan perundangan untuk mengetahui berapa upah anda yang harus dibayarkan.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan, upah didefinisikan sebagai adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atauperaturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Berdasarkan definisi upah di atas, selain berpedoman pada perjanjian kerja atau kesepakatan, pemberian upah juga dapat berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, jika memang dalam perjanjian kerja tidak dicantumkan mengenai besaran upah yang diberikan, maka besaran upah dapat merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23 ayat (3) Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum Upah minimum ini merupakan upah bulanan terendah, yaitu:

  1. upah tanpa tunjangan; atau
  2. upah pokok dan tunjangan tetap.

Dalam hal komponen upah di perusahaan terdiri atas upah pokok dan tunjangan tidak tetap, upah pokok paling sedikit sebesar upah minimum.

Masih mengenai upah minimum, berdasarkan Pasal 25 ayat (1) dan (2) PP 51/2023 upah minimum terdiri atas Upah Minimum Provinsi (“UMP”) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (“UMK”) dengan syarat tertentu. Baik UMP maupun UMK, ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa, walaupun dalam perjanjian kerja tidak dicantumkan mengenai besaran upah, pembayaran upah masih harus tetap pada batas upah minimum atau di atasnya dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum.

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share:

More Posts

Send Us A Message

Scroll to Top
Open chat
Hello 👋
Can we help you?