Halo Henri Silalahi, saya punya teman yang kecelakaan akibat jalan yang tak kunjung diperbaiki oleh pemerintah, apakah teman saya bisa menuntut pemerintah karena tidak memperbaiki jalan tersebut yang menyebabkan dia kecelakaan?
Jawaban:
Penting untuk dipahami, wajib hukumnya bagi pemerintah untuk memperbaiki jalan yang rusak. Dalam peraturan perundangan, istilah yang digunakan adalah “penyelenggara jalan”, yang mana istilah ini merujuk pada bagian pemerintahan baik pusat maupun daerah yang memiliki tugas dibidang infrasturktur jalan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dijelaskan bahwa penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.
Penyelenggaraan jalan umum oleh pemerintah dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan. Sedangkan penyelenggaraan jalan provinsi oleh pemerintah daerah dilaksanakan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Penyelenggaraan jalan Kabupaten/Kota dan jalan desa oleh pemerintah daerah dilaksanakan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Kewenangan penyelenggaraan jalan secara umum meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan secara makro sesuai kebijakan nasional. Penyelenggaraan jalan juga mencakup aspek jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
Sehingga berdasar pada uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa penyelenggara jalan berasal dari unsur pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan porsi kewenangan melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan terhadap jalan sebagaimana PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
Lalu bagaimana jika ada jalan rusak, tanggung jawab siapa untuk melakukan perbaikan? Pasal 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) mengatur bahwa:
Penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas; Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana dimaksud ayat (1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan uraian di atas, apabila terjadi kerusakan jalan, penyelenggara jalan lah yang diberikan tugas untuk memperbaiki jalan tersebut dan/atau memberikan penanda/rambu agar pengguna jalan mengetahui kondisi jalan yang dilaluinya. Sehingga tanggung jawab sepenuhnya untuk memperbaiki jalan secara hukum ada di penyelenggara jalan.
Terdapat ketentuan pidana apabila penyelenggara jalan tidak melaksanakan tugasnya untuk melakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana diatur Pasal 24 UU LLAJ.
Pasal 273 ayat (1) UU LLAJ mengatur bahwa apabila penyelenggara jalan yaitu pemerintah pusat/daerah tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 12.000.000.
Apabila kecelakaan akibat jalan rusak mengakibatkan luka berat, maka penyelenggara jalan yang diberikan kewenangan memperbaiki jalan dapat dipidana paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp. 24.000.000,-. Dan apabila kecelakaan akibat jalan rusak mengakibatkan orang meninggal dunia, penyelenggara jalan tersebut dapat dipidana paling lama 5 tahun atau denda paling lama Rp. 120.000.000.
Bukan hanya bisa dituntut pidana, penyelenggara jalan juga bisa digugat perdata oleh korban. Adapun dasar hukum gugatan yang dimaksud merujuk pada Pasal 1362 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.
Sehingga berdasarkan uraian hukum di atas, apabila ada korban kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan adanya jalan rusak, maka ada dua mekanisme hukum yang dapat ditempuh, yakni mekanisme pidana dan/atau mekanisme perdata. Pidana diajukan tentulah dalam rangka untuk mendorong hukuman badan agar ada efek jera bagi penyelenggara jalan yang lalai menjalankan tugasnya, mekanisme perdata dapat ditempuh dalam rangka untuk menuntut ganti kerugian yang diderita korban.